Jember Pos – Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengimbau para nelayan agar lebih waspada terhadap anomali cuaca yang tengah terjadi, demi menjaga keselamatan mereka saat melaut. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Mataram, Irwan Harimansyah, cuaca ekstrem bisa terjadi kapan saja, terutama pada masa transisi musim dari kemarau ke musim hujan. Perubahan cuaca yang tidak terduga ini mengharuskan nelayan untuk tetap hati-hati dalam menjalankan aktivitas mereka.
Irwan mengungkapkan bahwa cuaca ekstrem pada masa transisi musim sangat berisiko bagi para nelayan. Oleh karena itu, pihaknya telah mengerahkan penyuluh untuk lebih aktif mengimbau dan memantau kondisi para nelayan di lapangan. Hal ini dilakukan untuk menghindari potensi kecelakaan atau kejadian yang tidak diinginkan saat para nelayan melaut. Berdasarkan laporan dari penyuluh, aktivitas melaut para nelayan di Kota Mataram saat ini masih berjalan normal, karena menurut mereka, dampak dari anomali cuaca tersebut belum terlalu signifikan.
Namun, meskipun cuaca masih relatif aman, Irwan mengingatkan bahwa perubahan musim angin barat biasanya mulai terjadi pada bulan November. Musim angin barat ini dapat membawa gelombang yang tinggi dan kondisi laut yang tidak menentu, sehingga nelayan biasanya memilih untuk berhenti melaut pada periode tersebut. Meski demikian, pada awal bulan ini, terjadi pergeseran musim angin barat, dan kondisi laut masih tergolong landai, sehingga aktivitas melaut masih dapat dilaksanakan dengan aman.
Pada puncak musim angin barat, biasanya terjadi penurunan hasil tangkapan nelayan, terutama untuk jenis ikan tongkol. Penurunan hasil tangkapan tersebut diperkirakan bisa mencapai 10 hingga 20 persen per tahun, dari total produksi sekitar 180 hingga 200 ton per tahun. Meskipun begitu, Irwan menegaskan bahwa kebutuhan ikan laut di Kota Mataram tetap dapat terpenuhi, berkat dukungan dari sejumlah daerah penyangga, seperti Kabupaten Lombok Utara, Lombok Barat, dan Lombok Timur. Hal ini memastikan pasokan ikan untuk masyarakat Kota Mataram tetap terjaga meskipun produksi lokal sedikit menurun.
Menurut data dari DKP Kota Mataram, jumlah nelayan di kota tersebut sekitar 1.400 orang. Namun, tidak semua dari mereka adalah nelayan asli. Sekitar 900 hingga 1.000 orang di antaranya adalah nelayan asli, sementara sisanya adalah buruh nelayan yang bekerja membantu nelayan asli. Dari 1.400 nelayan ini, sebagian besar akan menambatkan perahu mereka di kawasan pesisir utara, terutama di Pantai Duduk Senggigi, sementara yang lainnya menambatkan perahu di wilayah selatan Kota Mataram.
Di kawasan Senggigi, sekitar 70 persen nelayan akan menambatkan perahunya. Mereka berasal dari daerah-daerah seperti Bintaro, Pondok Perasi, dan Kampung Bugis. Pantai Senggigi sendiri merupakan wilayah rawan abrasi pantai, yang berisiko besar jika terjadi gelombang pasang, sehingga perahu-perahu nelayan bisa terbawa arus. Oleh karena itu, DKP Kota Mataram terus memberikan edukasi kepada nelayan yang menambatkan perahu di kawasan ini untuk menjaga kebersihan, keamanan, dan etika. Tujuannya adalah agar aktivitas nelayan tidak mengganggu warga maupun wisatawan yang berada di kawasan tersebut.
Sebagai langkah preventif, pihak DKP juga aktif melakukan pengawasan terhadap aktivitas nelayan di kawasan pesisir dan memberikan sosialisasi mengenai keselamatan melaut. Dengan begitu, diharapkan para nelayan dapat tetap bekerja dengan aman meskipun cuaca terkadang tidak menentu, serta meminimalkan potensi risiko yang dapat terjadi akibat cuaca ekstrem dan gelombang tinggi.