Jember Pos – Dewan Pimpinan Daerah (DPW) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Papua mengajukan permintaan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Pegunungan dan Papua Tengah untuk menarik sementara tenaga medis yang bertugas di wilayah rawan gangguan keamanan selama perhelatan Pilkada. Permintaan ini diutarakan dengan alasan untuk menjaga keselamatan dan keamanan tenaga medis dari potensi gangguan yang bisa datang dari kelompok atau orang tak dikenal (OTK).
“Penarikan tenaga medis dilakukan untuk menjaga keamanan mereka dari gangguan kelompok atau orang tak dikenal (OTK),” ujar Ketua DPW PPNI Papua, James May, di Jayapura pada Selasa. James May menambahkan bahwa penarikan tenaga medis ini akan difokuskan terutama di daerah-daerah yang rawan terhadap gangguan keamanan, yang sering kali meningkat menjelang dan selama Pilkada.
Menurutnya, Dinas Kesehatan di kedua provinsi, yaitu Papua Pegunungan dan Papua Tengah, perlu segera berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa tenaga medis yang bekerja di daerah rawan dapat dipindahkan atau diberi perlindungan sementara. Tujuannya adalah untuk menghindari jatuhnya korban di kalangan tenaga kesehatan akibat penganiayaan dari OTK, seperti yang terjadi sebelumnya di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah.
Keamanan di daerah-daerah yang terlibat dalam Pilkada sering kali menjadi perhatian utama, karena pada masa-masa tersebut, ketegangan sosial dan politik bisa meningkat, yang berisiko menambah gangguan terhadap pihak-pihak yang tidak terlibat dalam proses politik, termasuk tenaga medis. Oleh karena itu, DPW PPNI Papua sangat mengkhawatirkan keselamatan tenaga kesehatan, yang seharusnya berfokus pada penanganan kesehatan masyarakat, bukan menjadi korban kekerasan.
James May menambahkan bahwa pihaknya sangat menyayangkan insiden penganiayaan terhadap tenaga medis yang terjadi di RSUD Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, di mana seorang perawat bernama Suster Zulhaida menjadi korban penganiayaan oleh orang tak dikenal. Akibat kejadian tersebut, Zulhaida mengalami luka-luka dan kini sedang dirawat di RS Bhayangkara Jayapura. “Kami berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan tidak ada tenaga kesehatan yang menjadi korban kekerasan oleh siapapun,” kata James.
Peristiwa ini menjadi sorotan, mengingat para tenaga medis di Papua dan daerah pemekaran lainnya menghadapi tantangan yang besar dalam menjaga kesehatan masyarakat, terutama di tengah situasi yang penuh ketidakpastian. Tenaga kesehatan seharusnya dapat bekerja dengan aman tanpa harus khawatir menjadi sasaran tindakan kekerasan atau ancaman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Saat ini, jumlah tenaga perawat di Papua dan tiga provinsi pemekaran, yaitu Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua Tengah, diperkirakan mencapai sekitar 18.000 orang. Angka ini menunjukkan pentingnya peran tenaga medis dalam menjaga kesehatan masyarakat di wilayah yang luas dan memiliki tantangan geografis serta keamanan yang khas.
Selain itu, dengan terbentuknya daerah otonomi baru (DOB) di Papua, seperti Papua Pegunungan dan Papua Tengah, tantangan terkait dengan keselamatan dan keamanan tenaga medis semakin besar, mengingat adanya potensi konflik yang mungkin terjadi di wilayah-wilayah tersebut. Oleh karena itu, DPW PPNI Papua berharap pemerintah daerah dan instansi terkait dapat segera menanggapi permintaan mereka dan memberikan perlindungan yang memadai bagi para tenaga medis.
Dengan langkah-langkah preventif seperti penarikan sementara tenaga medis dari daerah-daerah yang rawan, diharapkan situasi keamanan dapat lebih terkendali dan tenaga kesehatan dapat bekerja dengan lebih tenang tanpa rasa takut. Hal ini penting untuk menjaga kualitas pelayanan kesehatan di tengah situasi yang penuh ketegangan politik.